Setelah KPK Datang, Setya Novanto Menghilang




Berita Hari Ini - Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat perintah penangkapan terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Sejumlah penyidik langsung mendatangi kediaman tersangka kasus korupsi megaproyek e-KTP itu di Jalan Wijaya Nomor 19, Jakarta Selatan, Rabu 15 November malam.

"KPK menerbitkan surat perintah penangkapan bagi SN," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kamis (16/11/2017) dini hari.

Para penyidik KPK tiba di rumah Novanto sekitar pukul 21.38 WIB. Namun, mereka tidak menemukan keberadaan Setya Novanto di kediamannya.

"Sampai dengan tengah malam ini tim masih di lapangan, pencarian masih dilakukan," kata Febri.

Jika Setya Novanto tak kunjung ditemukan, KPK akan mempertimbangkan untuk menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO).

"Kalau belum ditemukan, kami pertimbangkan lebih lanjut dan koordinasi dengan Polri untuk menerbitkan surat DPO," kata Febri.

Ia menambahkan, pihaknya sudah 11 kali memanggil Setya Novanto dalam proses penyidikan KPK, baik sebagai tersangka maupun saksi. Pemanggilan itu mulai dari pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto, Andi Agustinus, Anang Sugiana Sudihardjo, hingga memanggil Setya Novanto sebagai tersangka.

"Segala semua upaya persuasif sudah kita lakukan," ucap Febri.

Dari 11 panggilan itu, Setya Novanto hanya tiga kali memenuhi panggilan, yakni sebagai saksi untuk Sugiharto pada 13 Desember 2016 dan 10 Januari 2017, serta sebagai saksi Andi Agustinus alias Andi Narogong pada 14 Juli 2017.

KPK berharap Setya Novanto akan menyerahkan diri. "Kami harapkan kalau ada iktikad baik, masih terbuka bagi saudara SN untuk menyerahkan diri ke kantor KPK dan proses hukum ini akan berjalan baik," ucap Febri.



Mantan aktivis ICW tersebut menambahkan, pihak KPK telah berkoordinasi dengan Kapolri, Wakapolri, dan pemimpin Brimob sebelum melakukan tindakan.

"Terima kasih pada Polri untuk bantuan upaya penindakan yang dilakukan KPK," kata dia.

Pihak Setya Novanto memiliki alasan tak menghadiri pemanggilan KPK pada Rabu, 15 November 2017. Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan, alasan ketidakhadiran Setnov adalah lantaran pihaknya tengah menunggu hasil uji materi UU KPK.

"Betul. Sama juga kan. Agus (Ketua KPK Agus Rahardjo) kan juga menyatakan melalui media bahwa KPK tidak akan hadir panggilan Pansus (Angket KPK), menunggu (putusan) MK. Kan sama. Kita dalam posisi yang sama," kata Fredrich.

Terdapat dua pasal dalam UU KPK yang dipermasalahkan Fredrich. Dua Pasal tersebut adalah Pasal 12 dan Pasal 46 Ayat 1 dan 2.

Dalam Pasal 12, KPK dapat memerintahkan instansi terkait untuk melakukan pencegahan ke luar negeri maupun pencekalan. Menurut Fredrich, pasal itu bertentangan dengan putusan MK tentang gugatan Pasal 16 Ayat 1 huruf b UU Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian.

Sementara, dalam Pasal 46 yang berkaitan dengan penyidikan, menurut dia telah bertentangan dan terkesan mengabaikan UUD 1945‎.

Dijemput Pria Misterius



Hingga Kamis dini hari, penyidik KPK masih berada di kediaman Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pantauan Liputan6.com di lokasi, penyidik lembaga antirasuah itu masih mondar-mandir di dalam kediaman rumah ketua DPR itu. Ada tiga penyidik pria dan seorang penyidik wanita terlihat berada di halaman kediaman Novanto.

Setiap keluar dari dalam rumah sambil membawa berkas, para penyidik KPK langsung menuju ke dalam ruang pos keamanan yang ada di sebelah kiri depan rumah Novanto.

Sesekali para penyidik memperhatikan layar televisi, yang menurut informasi di lapangan, terhubung dengan kamera CCTV di setiap sudut rumah. Kamera CCTV utama terdapat di atas gerbang pintu rumah Novanto.

Namun sayang, saat dikonfirmasi, salah satu penyidik yang sebelumnya keluar dari rumah Novanto memilih bungkam dan hanya memberi "salam lima jari".

Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan, sampai saat ini pihaknya juga tidak mengetahui keberadaan Ketua DPR RI itu.

Dia menuturkan, Setya Novanto sempat pulang ke rumahnya di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, usai memimpin sidang paripurna di DPR RI. Berdasarkan cerita pengamanan dalam atau pamdal, Setnov dijemput tamu.

"Pulang tadi. Terus dihubungi seseorang ya bisa saja. Itu juga kata pamdalnya tadi Pak Setnov dijemput tamu. Saya enggak tahu tamunya masuk atau hanya di depan. Yang tahu ya pamdal tadi," kata Fredrich di depan kediaman Setya Novanto, Jakarta, Kamis (16/11/2017) dini hari.

Fredrich mengungkapkan, seorang pamdal yang diduga mengetahui ke mana perginya Ketua Umum Golkar itu juga ikut dimintai keterangan oleh penyidik KPK.

"Tadi ditanyain juga pamdalnya sama penyidik. Lah pamdal juga bilang tidak tahu pergi sama siapa. Apalagi saya," ujar dia.

Fredrich menuturkan, ia terakhir kali bertatap muka dengan kliennya di gedung DPR RI. Saat itu, pria yang akrab disapa Setnov itu meminta dirinya untuk datang ke rumah sekitar pukul 19.00 WIB.

"Waktu di parlemen kan saya sempat turun. Terakhir saya ke atas, beliau bilang mau rapat, mau salat. Saya disiapkan makan bakso terus beliau bilang nyusul jam 7 ke rumah ya," kata Fredrich.

Dia melanjutkan, dalam perjalanan ke rumah Setnov, ia sempat menghubungi salah satu ajudannya. Saat itu sekitar pukul 18.30 WIB. Dia mengaku menghubungi salah satu ajudan untuk menanyakan posisi Setnov dan bertanya soal pertemuan yang dijanjikan.

"Sebelum saya tiba di sini, saya telepon ajudan Pak Setya Novanto jam 6.30 WIB kurang lebih, itu sudah nggak diangkat. Terus saya tanya ajudannya suruh tunggu saja," ujar dia.

Setibanya di kediaman Ketua Umum Golkar itu, kata Fredrich, ia diberitahu oleh salah satu ajudannya agar menunggu.

"Keluarga ibu masih tidur. Yang jelas ajudan yang lebih tahu, terus bapak pesen jangan pulang dulu," imbuh dia.

Namun, bukannya Setnov yang datang, dia mengaku justru dikagetkan dengan kedatangan penyidik KPK.

"Tahu-tahu geruduk banyak manusia datang. Kalau Brimob pertama masuk, ya permisi kan seharusnya tapi saya masih toleransi karena pakai seragam. Terus ada penyidik KPK tanya Pak SN-lah, saya justru disuruh nyusul saya juga lagi nunggu ke rumah, tanya aja sama sopirnya, pamdalnya di mana, saya bilang begitu," dia memungkasi.

Setya Novanto ke Luar Negeri?

 


KPK yakin Ketua DPR RI Setya Novanto masih berada di dalam negeri.

Hal tersebut diyakinkan KPK lantaran pihaknya sudah mengirimkan surat pencekalan ke luar negeri terhadap Ketua Umum Partai Golkar tersebut ke pihak Imigrasi.

"Sejak 2 Oktober 2017 kami sudah mengeluarkan surat ke Imigrasi permintaan SN (Setya Novanto) pelarangan ke luar negeri," ujar Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis 16 November 2017.

Meski demikian, Febri mengatakan tim penindakan KPK masih belum mengetahui keberadaan Ketua Umum Partai Golkar itu. Tim penindakan masih melakukan pencarian.

"Sejauh ini kami belum menemukan dan pencarian masih dilakukan. Jadi yang diterbitkan pimpinan adalah surat penahanan," kata Febri.

Febri mengaku, pihak lembaga antirasuah sudah berada dalam posisi yang diduga menjadi lokasi persembunyian Novanto.

"Tim di mana saja tidak bisa kami sampaikan, tapi yang pasti ada tim di rumah saudara SN sampai dini hari tadi," terang Febri.

Febri berharap Setnov menyerahkan diri ke Gedung KPK. Febri sempat mengatakan, KPK kemungkinan akan menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO) jika Setnov tak kooperatif.

"Secara persuasif kami imbau SN (Setya Novanto) dapat menyerahkan diri," kata Febri.

Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi menyesali tindakan KPK yang ingin menangkap Ketua DPR RI di rumahnya, Jalan Wijaya XIII, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Tindakan KPK tersebut dianggap menyalahi dan mencoreng Undang-Undang Dasar 1945.

"Kita akan menemui pimpinan negara, yaitu presiden, jadi marwah UUD bisa dilecehkan," kata Fredrich di di depan kediaman Setya Novanto, Jakarta, Kamis (16/11/2017) dini hari.

Menurut dia, Setya Novanto akan mematuhi proses hukum yang menjeratnya. Karena itu, kata dia, Ketua Umum Partai Golkar itu tidak akan melarikan diri.

"Beliau tidak sembunyi, saya persilakan sampai kolong bawah cari-cari sana. Karena (saya) yakin beliau patuh," kata dia.

Mulai Jumat, 10 November 2017, Setya Novanto kembali berstatus tersangka. Itu adalah kali keduanya, KPK memperkarakan Ketua DPR RI tersebut dalam kasus megakorupsi e-KTP.

Sebelumnya, status tersangkanya dalam kasus yang sama dianulir hakim praperadilan. KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Setya Novanto pada 31 Oktober 2017.

"SN selaku anggota DPR RI periode 2009-2014, bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto, diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).

Tidak ada komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Diberdayakan oleh Blogger.
Electricity Lightning